Jumat, 29 April 2016

Schistosoma sp



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masalah kecacingan sering dianggap remeh oleh masyarakat kita. Padahal  kalau kita kaji lebih dalam, penyakit yang ditimbulkan akan berakibat fatal. Apabila Cacing telah masuk ke dalam tubuh kita, dia akan merusak organ-organ kita. Manusia yang menderita kecacingan menjadi kurus, perut buncit, tidak nafsu makan, prestasi menurun dan tidak bergairah dalam bekerja. Keadaan tersebut lama-kelamaan juga berakitan kematian.
Di negara berkembang seperti Indonesia, masalah cacing masih banyak kita jumpai, hanya saja karena sifatnya yang asumtif, terkadang kita kesulitan untuk menegakkan diagnosa.
Hal-hal yang mempengaruhi cacing masuk kedalam tubuh kita antara lain, kurangnya kesadaran akan pentingnya hidup bersih dan sehat. Higiene dan sanitasi perorang yang masih rendah. Cacing terutama menyerang anak-anak, diantaranya tidak cuci tangan sebelum makan, mandi dan mencuci pakaian yang telah kotor. Jangan sampai manusia yang harusnya berkarya dan berprestasi, harus gagal hanya karena cacing.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Schistosoma sp.?
2.      Bagaiamana morfologi Schistosoma sp.?
3.       Bagaiamana Siklus hidup Schistosoma sp?.
4.      Bagaimana masa inkubasi dan diagnosis ?
5.      Bagaimana cara penularan penyakit yang disebabkan oleh Schistosoma sp?
6.      Bagaimana  pencegahan dan penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh Schistosoma sp?



C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Schistosoma sp.?
2.      Untuk mengetahui morfologi Schistosoma sp.?
3.       Untuk mengetahui Siklus hidup Schistosoma sp?.
4.      Untuk mengetahui masa inkubasi dan diagnosis ?
5.      Untuk mengetahui cara penularan penyakit yang disebabkan oleh Schistosoma sp?
6.      Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh Schistosoma sp?














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Schistosoma sp.
Schistosoma sp adalah cacing penyebab penyakit Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik. Pada manusia ditemukan tiga spesies cacing Schistosoma yaitu Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, Schistosoma haematobium. Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-kadang  dapat hidup di manusia (Sutanto dkk 2008, h.61). Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang paling menyebabkan kasus pada schistosomiasis pada orang:
1. Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung kemih)
2. Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan Schistosoma intercalatum menginfeksi usus dan hati. Schistosoma mansoni menyebar luas di Afrika dan satu-satunya schistosome di daerah barat.
Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang.
Penelitian schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940 yaitu sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi Lindu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun 1935. Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma.
B.     Morfologi  Umum Schistosoma sp.
1.      Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x 0,9 mm.
2.      Cacing dewasa jantan badannya berbentuk gemuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung spesiesnya.
3.       Cacing dewasa jantan di bagian ventral badan terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung spesiesnya.
4.      Cacing dewasa di bagian ventral badan terdapat canalis gynaecophorus, tempat cacing betina, sehingga tampak seolah-olah cacing betina ada di dalam pelukan cacing jantan.
5.      Cacaing betina badannya lebih halus dan panjang, berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50-300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat dengan permukaan selput lendir usus atau kandung kemih.
6.      Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur tidak mempunyai operkulum. Telur cacing Schistosoma mempunyai duri dan lokalisasi duri dan tergantung pada spesiesnya. Telur berukuran 95 – 135 x 50 – 60 mikron.




C.    Siklus Hidup Schistosoma sp.
schistosoma.jpg

Berawal dari orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air. Air kencing atau kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing pindah ke keong, Cacing muda pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian, orang yang mencuci atau berenang di air di mana orang yang terinfeksi pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.
Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing.
Cacing atau cercaria (bentuk infektif dari cacing Schistosoma) menginfeksi dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung cercaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati.
Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di dalam air dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian masuk ke tubuh keong air dan berkembang menjadi cercaria.

D.      Masa Inkubasi dan Diagnosis
1.      Masa Inkubasi
Ketika schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.
                        Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena:
1.      Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
2.      Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
3.      Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
4.      Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
5.      Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.
2.      Diagnosis
Wisatawan dan imigran dari daerah-daerah dimana schistosomiasis adalah sering terjadi harus ditanyakan apakah mereka telah berenang atau menyeberangi air alam. Dokter bisa memastikan diagnosa dengan meneliti contoh kotoran atau urin untuk telur-telur. Biasanya, beberapa contoh diperlukan, tes darah bisa dilakukan untuk memastikan apakah seseorang telah terinfeksi dengan schistosoma mansoni atau spesies lain, tetapi tes tersebut tidak dapat mengindikasikan seberapa berat infeksi atau seberapa lama orang tersebut telah memilikinya. Untrasonografi bisa digunakan untuk mengukur seberapa berat schistosomiasis pada saluran kemih atau hati.
E.     Cara Penularan
Schistosomiasis adalah penyakit  menular; penularannya melalui air. Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing.
Selanjutnya cacing ini menembus jaringan bawah kulit dan memasuki pembuluh darah menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati. Di dalam hati orang yang dijangkiti, cacing-cacing tersebut menjadi dewasa dalam bentuk jantan dan betina. Pada tingkat ini, tiap cacing betina memasuki celah tubuh cacing jantan dan tinggal di dalam hati orang yang dijangkiti untuk selamanya. Pada akhirnya pasangan-pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ke tempat tujuan terakhir yakni pembuluh darah usus kecil yang merupakan tempat persembunyian bagi pasangan cacing Schistosoma sekaligus tempat bertelur.
F.     Pencegahan dan Penanggulangan
1.      Pencegahan
Schistosomiasis paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi, atau menyeberang di air alam di daerah yang diketahui mengandung schistosomes.

2.      Penanggulangan
Pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metoda yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput penular (O. hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.
Pemberantasan yang dilakukan dengan metodatersebut dapat menurunkan prevalensi dengansangat signifikan seperti di Desa Anca dari 74% turun menjadi 25%.Kegiatan pemberantasan schistosomiasis secara intensif dimulai pada tahun 1982. Pemberantasan pada awalnya dititikberatkan pada kegiatan penanganan terhadap manusianya yaitu pengobatan penduduk secara masal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Hasil pemberantasan tersebut mampu menurunkan prevalensi schistosomiasis.`
Masalah schistosomiasis cukup komplekskarena untuk melakukan pemberantasan harusmelibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan massal tanpa diikuti oleh pemberantasan hospes perantara tidak akan mungkin  menghilangkan penyakit tersebut untuk waktu yang lama. Selain itu schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penularan schistosomiasis di Desa Dodolo dan Mekarsari.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Schistosoma sp adalah cacing penyebab penyakit Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik. Pada manusia ditemukan tiga spesies cacing Schistosoma yaitu Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, Schistosoma haematobium.Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x 0,9 mm. Cacing dewasa jantan badannya berbentuk gemuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung spesiesnya. Cacaing betina badannya lebih halus dan panjang, berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50-300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat dengan permukaan selput lendir usus atau kandung kemih.
Schistosomiasis paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi, atau menyeberang di air alam di daerah yang diketahui mengandung schistosomes. Pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metoda yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput penular (O. hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.
B.     Saran
Hendaknya pemerintah lebih perhatian terhadap kasus kecacingan, karena dapat menjadi wabah apabila dibiarkan. Perlu adanya penyuluhan tentang kebersihan pribadi dan lingkungan, bahaya yang mengancam akibat schistosoma dan pencegahan serta pengobatannya.
  Warga harus proaktif dan mendukung kebijakan pemerintah sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan sehat. Sehingga mereka dapat bekerja dan berkarya  lebih maksimal menuju masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Makalah ini masih jauh dari sempurna karena masih di temukan banyak kesalahan. Untuk itu kami sebagai penulis mengucapkan maaf yang sebesar besar nya dan juga kami memohon krtik serta sarannya yang bersifat membangun.























DAFTAR PUSTAKA
Natadisastra Djaenudin, Ridad Agoes, Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang,  Cetakan 1, EGC, 2009
Winn Washington, Stephen Allen, Willian Janda, Elmer Koneman, Gary Procop, Paul Schreckenberger, Gall Woods, Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology, Sixth edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2006
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar