BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
kecacingan sering dianggap remeh oleh masyarakat kita. Padahal kalau kita
kaji lebih dalam, penyakit yang ditimbulkan akan berakibat fatal. Apabila
Cacing telah masuk ke dalam tubuh kita, dia akan merusak organ-organ kita.
Manusia yang menderita kecacingan menjadi kurus, perut buncit, tidak nafsu
makan, prestasi menurun dan tidak bergairah dalam bekerja. Keadaan tersebut
lama-kelamaan juga berakitan kematian.
Di negara
berkembang seperti Indonesia, masalah cacing masih banyak kita jumpai, hanya
saja karena sifatnya yang asumtif, terkadang kita kesulitan untuk menegakkan
diagnosa.
Hal-hal yang
mempengaruhi cacing masuk kedalam tubuh kita antara lain, kurangnya kesadaran
akan pentingnya hidup bersih dan sehat. Higiene dan sanitasi perorang yang
masih rendah. Cacing terutama menyerang anak-anak, diantaranya tidak cuci
tangan sebelum makan, mandi dan mencuci pakaian yang telah kotor. Jangan sampai
manusia yang harusnya berkarya dan berprestasi, harus gagal hanya karena
cacing.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Schistosoma sp.?
2. Bagaiamana
morfologi Schistosoma sp.?
3. Bagaiamana Siklus hidup Schistosoma sp?.
4. Bagaimana
masa inkubasi dan diagnosis ?
5. Bagaimana cara penularan penyakit yang disebabkan oleh Schistosoma sp?
6. Bagaimana pencegahan dan
penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh Schistosoma
sp?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Schistosoma sp.?
2. Untuk
mengetahui morfologi Schistosoma sp.?
3. Untuk mengetahui Siklus hidup Schistosoma sp?.
4. Untuk
mengetahui masa inkubasi dan diagnosis ?
5. Untuk
mengetahui cara penularan penyakit yang disebabkan oleh Schistosoma sp?
6. Untuk
mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit yang
disebabkan oleh Schistosoma
sp?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Schistosoma sp.
Schistosoma sp adalah
cacing penyebab penyakit Schistosomiasis
atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik. Pada manusia
ditemukan tiga spesies cacing Schistosoma yaitu Schistosoma
japonicum, Schistosoma mansoni, Schistosoma haematobium. Selain spesies
yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan
kadang-kadang dapat hidup di manusia (Sutanto dkk 2008, h.61).
Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan
subtropis di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang
paling menyebabkan kasus pada schistosomiasis pada orang:
1. Schistosoma
hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung kemih)
2. Schistosoma mansoni,
Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan Schistosoma intercalatum
menginfeksi usus dan hati. Schistosoma mansoni menyebar luas di Afrika
dan satu-satunya schistosome di daerah barat.
Di
Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan
endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan
Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular
schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang.
Penelitian
schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940 yaitu sesudah
ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi Lindu, Kecamatan
Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun 1935. Pada tahun 1940
Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk yang diperiksa tinjanya
positif ditemukan telur cacing Schistosoma.
B.
Morfologi
Umum Schistosoma
sp.
1. Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih
kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x 0,9 mm.
2. Cacing dewasa jantan badannya berbentuk gemuk bundar
dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung
spesiesnya.
3. Cacing dewasa
jantan di bagian ventral badan terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung
spesiesnya.
4. Cacing dewasa di bagian ventral badan terdapat canalis
gynaecophorus, tempat cacing betina, sehingga tampak seolah-olah cacing betina
ada di dalam pelukan cacing jantan.
5. Cacaing betina badannya lebih halus dan panjang,
berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50-300 butir telur.
Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan
vena kecil dekat dengan permukaan selput lendir usus atau kandung kemih.
6. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah.
Telur tidak mempunyai operkulum. Telur cacing Schistosoma mempunyai duri dan
lokalisasi duri dan tergantung pada spesiesnya. Telur berukuran 95 – 135 x 50 –
60 mikron.
C.
Siklus Hidup
Schistosoma
sp.

Berawal dari orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di
air. Air kencing atau kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan
cacing pindah ke keong, Cacing muda pindah dari keong ke manusia. Dengan
demikian, orang yang mencuci atau berenang di air di mana orang yang terinfeksi
pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.
Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria
yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami
transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing.
Cacing atau cercaria (bentuk infektif dari cacing Schistosoma)
menginfeksi dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air
yang mengandung cercaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10
menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dalam
kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru
dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke
cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati.
Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena
kandung kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina
meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh
darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung
kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di dalam
air dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian masuk ke
tubuh keong air dan berkembang menjadi cercaria.
D. Masa
Inkubasi dan Diagnosis
1.
Masa Inkubasi
Ketika
schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal
perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai
meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman
yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening
bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok
gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.
Gejala-gejala
lain bergantung pada organ-organ yang terkena:
1.
Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis
: perut tidak nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa
mengakibatkan anemia.
2.
Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah
adalah tinggi : pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah
banyak.
3.
Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat
nyeri, sering berkemih, kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung
kemih.
4.
Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis :
peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
5.
Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara
kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.
2. Diagnosis
Wisatawan
dan imigran dari daerah-daerah dimana schistosomiasis adalah sering terjadi
harus ditanyakan apakah mereka telah berenang atau menyeberangi air alam.
Dokter bisa memastikan diagnosa dengan meneliti contoh kotoran atau urin untuk
telur-telur. Biasanya, beberapa contoh diperlukan, tes darah bisa dilakukan
untuk memastikan apakah seseorang telah terinfeksi dengan schistosoma mansoni
atau spesies lain, tetapi tes tersebut tidak dapat mengindikasikan seberapa berat
infeksi atau seberapa lama orang tersebut telah memilikinya. Untrasonografi
bisa digunakan untuk mengukur seberapa berat schistosomiasis pada saluran kemih
atau hati.
E.
Cara Penularan
Schistosomiasis adalah penyakit menular; penularannya melalui air.
Mula-mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria
yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami
transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing.
Selanjutnya cacing ini menembus jaringan bawah kulit dan memasuki
pembuluh darah menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati. Di
dalam hati orang yang dijangkiti, cacing-cacing tersebut menjadi dewasa dalam
bentuk jantan dan betina. Pada tingkat ini, tiap cacing betina memasuki celah
tubuh cacing jantan dan tinggal di dalam hati orang yang dijangkiti untuk
selamanya. Pada akhirnya pasangan-pasangan cacing Schistosoma bersama-sama
pindah ke tempat tujuan terakhir yakni pembuluh darah usus kecil yang merupakan
tempat persembunyian bagi pasangan cacing Schistosoma sekaligus tempat
bertelur.
F. Pencegahan
dan Penanggulangan
1.
Pencegahan
Schistosomiasis
paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi, atau menyeberang di air
alam di daerah yang diketahui mengandung schistosomes.
2.
Penanggulangan
Pemberantasan
schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metoda yaitu
pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput penular (O.
hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.
Pemberantasan
yang dilakukan dengan metodatersebut dapat menurunkan prevalensi dengansangat
signifikan seperti di Desa Anca dari 74% turun menjadi 25%.Kegiatan
pemberantasan schistosomiasis secara intensif dimulai pada tahun 1982. Pemberantasan
pada awalnya dititikberatkan pada kegiatan penanganan terhadap manusianya yaitu
pengobatan penduduk secara masal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan,
pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan
keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Hasil pemberantasan tersebut
mampu menurunkan prevalensi schistosomiasis.`
Masalah
schistosomiasis cukup komplekskarena untuk melakukan pemberantasan
harusmelibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan massal tanpa diikuti
oleh pemberantasan hospes perantara tidak akan mungkin menghilangkan
penyakit tersebut untuk waktu yang lama. Selain itu schistosomiasis di
Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada
penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui penularan schistosomiasis di Desa Dodolo dan
Mekarsari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Schistosoma
sp adalah cacing penyebab penyakit Schistosomiasis atau disebut juga demam
keong merupakan penyakit parasitik. Pada manusia ditemukan tiga spesies cacing Schistosoma
yaitu Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, Schistosoma haematobium.Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih
kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x 0,9 mm. Cacing dewasa jantan badannya
berbentuk gemuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus sampai
kasar, tergantung spesiesnya. Cacaing betina badannya lebih halus dan panjang,
berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50-300 butir telur.
Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan
vena kecil dekat dengan permukaan selput lendir usus atau kandung kemih.
Schistosomiasis
paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi, atau menyeberang di air
alam di daerah yang diketahui mengandung schistosomes. Pemberantasan
schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai metoda yaitu
pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput penular (O.
hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.
B. Saran
Hendaknya pemerintah lebih perhatian
terhadap kasus kecacingan, karena dapat menjadi wabah apabila dibiarkan. Perlu
adanya penyuluhan tentang kebersihan pribadi dan lingkungan, bahaya yang
mengancam akibat schistosoma dan pencegahan serta pengobatannya.
Warga harus proaktif dan
mendukung kebijakan pemerintah sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan
sehat. Sehingga mereka dapat bekerja dan berkarya lebih maksimal menuju
masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Makalah ini masih
jauh dari sempurna karena masih di temukan banyak kesalahan. Untuk itu kami
sebagai penulis mengucapkan maaf yang sebesar besar nya dan juga kami memohon krtik
serta sarannya yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Natadisastra
Djaenudin, Ridad Agoes, Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang, Cetakan 1, EGC, 2009
Winn
Washington, Stephen Allen, Willian Janda, Elmer Koneman, Gary Procop, Paul
Schreckenberger, Gall Woods, Color Atlas and Textbook of Diagnostic
Microbiology, Sixth edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar